ISD Proposal penelitian

Proposal penelitian

E-Learning

I.       A. Latar Belakang Masalah

      Seiring dengan perubahan paradigma pembelajaran, maka keberhasilan kegiatan belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi tidak hanya ditentukan oleh faktor pengajar/dosen atau guru, melainkan sangat dipengaruhi oleh keaktifan mahasiswa. Seperti contoh nya ada terobosan teknologi baru yaitu nama nya E-learning. Tidak semua elemen masyarakat yang tahu apa itu E-Learning. Istilah ini memang masih terdengar asing di beberapa kalangan termasuk dalam dunia pendidikan. E-learning atau Electronic Learning adalah sebuah metode untuk melakukan studi yang melingkupi semua bentuk dari belajar dan mengajar dengan menggunakan peralatan elektronik. Metode ini dinilai sebagai suatu terobosan baru di dunia pendidikan yang modern.

Di Indonesia sendiri memang belum banyak orang maupun instansi pendidikan yang menggunakan E-Learning dalam kegiatan pembelajarannya. Namun beberapa analis dan kita sendiri tentunya cukup yakin bahwa E-Learning akan berkembang dengan pesat dan tidak menutup kemungkinan suatu saat semua kegiatan belajar mengajar akan berbasis pada E-Learning. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah E-Learning mulai diterapkan terutama untuk sekolah-sekolah yang sedang merintis taraf internasional atau bagi SSN (Sekolah Standar Nasional) sekalipun. Pemerintah telah menghimbau melalui beberapa media agar sekolah-sekolah menerapkan sistem E-Learning, mengingat sistem ini memiliki jangkauan yang lebih luas daripada cara manual.

Dalam Proses Belajar aktif seharusnya ditunjang juga dengan memperhatikan E-learning ( Pembelajaran dengan Elektronoik), karena dapat membantu jalannya pembelajaran aktif , maka dari situlah kami mengangkat topik pembahasan tentang e-learning dan active learning ( belajar aktif dan didalam penerapannya .

  

B. Perumusan Masalah

        Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, maka masalah tersebut dirumuskan sebagai berikut :

  1. Apakah dosen/guru udah siap membuat produk pembelajaran berbasis E-learning ?
  2. Bagaimana caranya agar siswa dan mahasiswa tertarik dengan metode pembelajaran tersebut ?
  3. Faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat metode pembelajaran tersebut ?

 

 

 

 

 

II. Teori

         

A. Beberapa teori E-learning

Menerapkan pembelajaran E-Learning dapat dilihat sebagai proses yang kompleks yang tidak hanya sekedar menjalankan langkah-langkah dalam model desain interuksional. Ada tiga teori belajar utama yang digunakan sebagai dasar E-Learning yaitu behaviorisme, kognitivisme dan konstrukstivisme.

 

1. Behaviorisme

            Penganut aliran behaviorisme menganggap bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati yang disebabkan oleh stimulus eksternal. Atkins (1993) menyoroti empat aspek yang relevan untuk merealisasikan materi E-Learning berkaitan dengan pemikiran behaviorisme:

– Bahan ajar sebaiknya dipecah menjadi langkah-langkah instruksional yang dihadirkan secara deduktif, yaitu dimulai dengan rumus, hukum, kategori, prinsip, definisi, dengan memberikan contoh-contoh untuk meningkatkan pemahaman.

– Perancang harus menetapkan urutan pengajaran dengan menggunakan percabangan bersyarat ke unit instruksional lain. Umumnya, kegiatan diurutkan dari mudah ke sukar atau kompleks.

– Untuk meningkatkan efisiensi belajar, siswa diminta mengulangi bagian tertentu maupun mengerjakan tes diagnostik. Meskipun demikian, perancang dapat juga mengijinkan siswa memilih pelajaran berikutnya, yang memungkinkan siswa mengontrol proses belajarnya sendiri.

– Pendekatan behaviorisme menyarankan untuk mendemonstrasikan ketrampilan dan prosedur yang dipelajari. Siswa diharapkan meningkatkan kemahirannya melalui latihan berulang-ulang dengan umpanbalik yang tepat. Pesan-pesan pemberi semangat digunakan untuk meningkatkan motivasi.

 

Secara keseluruhan, behaviorisme merekomendasi pendekatan terstruktur dan deduktif untuk mendesain bahan ajar, sehingga konsep dasar, ketrampilan, dan informasi faktual dapat cepat diperoleh siswa. Implikasi lebih jauh terhadap E-Learning adalah belajar secara drill, memilah-milah bahan ajar, mengases tingkat prestasi, dan memberikan umpanbalik. Tetapi, efektivitas pendekatan desain behaviorisme untuk tugas-tugas berfikir tingkat tinggi masih belum terbukti.

 

2. Kognitivisme

            Penganut aliran kognitivisme menganggap bahwa belajar merupakan proses internal yang melibatkan memori, motivasi, refleksi, berfikir, dan meta kognisi. Dalam pandangan aliran tersebut, pikiran manusia memanipulasi simbol-simbol seperti komputer memanipulasi data. Karena itu, pembelajar dianggap sebagai prosesor informasi. Gaya belajar yang berbeda-beda (Gardner, 1983; Kolb, 1984) mengacu ke bagaimana siswa menerima. berinteraksi, dan merespons bahan ajar.

Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.

 

– Strategi pengajaran sebaiknya meningkatkan proses belajar dengan mendayagunakan semua indera, memfokuskan perhatian siswa melalui penekanan pada informasi penting, dan menyesuaian dengan level kognitif siswa.

– Perancang instruksional sebaiknya mengaitkan informasi baru dengan informasi lama yang telah ada di memori jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan awal untuk mengaktifkan struktur pengetahuan yang diperlukan untuk materi ajar baru.

– Strategi menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi sebaiknya digunakan untuk menstimulasi belajar level tinggi.

– Bahan ajar sebaiknya memasukkan aktivitas untuk gaya belajar yang berbeda-beda.

– Siswa perlu dimotivasi untuk belajar melalui strategi belajar yang menstimulasi motivasi intrinsik (berasal dari diri siswa) dan motivasi ekstrinsik (berasal dari guru).

– Strategi pengajaran sebaiknya mendorong siswa menggunakan ketrampilan meta kognitifnya dengan cara merefleksi apa yang mereka pelajari, berkolaborasi dengan siswa lain maupun memeriksa kemajuan belajar mereka sendiri.

– Akhirnya, strategi pengajaran sebaiknya menghubungkan materi ajar dengan situasi riil di kehidupan mereka, sehingga siswa dapat mengaitkan pengalaman mereka sendiri.

 

Secara keseluruhan, perancang instruksional harus memikirkan mulai dari perbedaan aspek-aspek gaya belajar sampai motivasi, kolaborasi maupun meta kognitif. Pendekatan berfokus pada kognitif sesuai untuk mencapai tujuan belajar tingkat tinggi. Kelemahannya adalah jika siswa tidak mempunyai pengetahuan prasyarat.

 

3. Konstruktivisme

            Penganut aliran konstruktivisme menganggap bahwa siswa membangun pengetahuannya dari pengalaman belajarnya sendiri. Belajar dapat dilihat sebagai suatu proses yang aktif, dan pengetahuan tidak dapat diterima dari luar mapun dari orang lain. Siswa sebaiknya diberi kesempatan untuk membangun pengetahuan bukan diberi pengetahuan melalui pengajaran. Perancang instruksional harus memikirkan aspek-aspek berikut untuk merealisasi materi E-Learning.

 

– Belajar sebaiknya merupakan proses yang aktif. Siswa diberi kesempatan melakukan aktivitas seperti meminta siswa menerapkan informasi pada situati riil, memfasilitasi penafsiran personal terhadap materi ajar, mendiskusikan topik-topik dalam kelompok.

– Untuk mendorong siswa membangun pengetahuan mereka sendiri, guru harus memberikan pengajaran online yang interaktif. Siswa harus mempunyai inisiatif untuk belajar dan berinteraksi dengan siswa lain.

– Belajar sebaiknya dibuat bermakna dan ilustratif dengan cara memberikan contoh-contoh dan studi kasus. Disamping itu, aktivitas sebaiknya mendorong siswa menerapkan materi ajar.

– Ketika belajar memfokuskan pada pengembangan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang baru, E-Learning menghadapi masalah yaitu tujuan belajar psikomotorik, afektif, dan berfikir tingkat tinggi sulit dicapai dalam fase belajar virtual. Maka disarakan memberikan cara lain seperti aktivitas sosial maupun interaksi dengan siswa lain, belajar berbasis konteks, penilain kinerja untuk mengatasi masalah tersebut.

 

B. Teori Masyarakat tentang E-learning

A. Glasgow 1996 (Doing Science)

Pembelajar aktif berusaha sungguh sungguh untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar pada belajarnya sendiri. Mereka mengambil peran yang lebih dinamis dalam menentukan bagaimana dan apa yang mereka akan ketahui, apa yang seharusnya mereka bisa lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukannya.Peran mereka berkembang lebih jauh ke pengelolaan pendidikan diri, dan memotivasi diri menjadi kekuatan lebih besar di belakang belajar.

B. Modell and Michael 1993 (Promoting Active Learning in Life Science Classrooms)

Kita mendefinisikan lingkungan belajar aktif adalan suatu lingkungan di mana siswa didorong secara individual untuk terlibat di dalam proses membangun model mental mereka sendiri dari informasi yang mereka peroleh.Sebagai tambahan, sebagai bagian dari prosesbelajar aktif, siswa harus selalu mentes validitas dari model yang sedang dibangun.

C. UC Davis TAC Handbook:

Belajar aktif adalah suatu pendekatan belajar yang melibatkan siswa sebagai “gurunya sendiri” . Perlu diingat siswa aktif adalah pendekatan, bukan metode.

 

 

III. Metodologi Penelitian

A. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif, yaitu membandingkan hasil penelitian dengan kondisi ideal yang diharapkan.

B. Waktu Penelitian                        

Waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 2 sampai dengan 8 Desember 2012.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.

D. Tipe Data

            Data yang diteliti merupakan data sekunder yang dikumpulkan berupa data laporan. Data-data tersebut didapat dengan memberikan pertanyaan berupa kuesioner kepada masyarakat sekitar. Dan diurutkan secara berkala dan aktualitas terhadap tanggapan dari masyarakat. Dengan demikian data ini kami dapat sesuai dengan pendapat masyarakat.

 

Refensi :

http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_elektronik

http://blog.sunan-ampel.ac.id/dickyaja/2010/10/13/teori-belajar-dan-pembelajaran-berbasis-e-learning/

http://choymaster.blogspot.com/2009/03/teori-belajar-e-learning.html